Robot Humanoid Masa Depan Akan Punya ‘Mata’ di Dekat Selangkangan, Kata Ahli Terkenal

eparrphepavacuum.com – Bayangkan robot humanoid yang bergerak lincah di rumah Anda, tapi bukan dengan mata di kepala seperti manusia—melainkan sensor penglihatan yang dipasang di dekat pinggang atau bahkan selangkangan, menatap ke bawah untuk navigasi sempurna. Pernyataan provokatif ini datang dari Rodney Brooks, roboticist legendaris asal MIT, yang memprediksi evolusi robot akan jauh dari bentuk manusiawi sempurna. Dalam wawancara terkini, Brooks mengkritik desain robot saat ini seperti Tesla’s Optimus sebagai “khayalan murni”, dan menekankan bahwa fungsi praktis akan mengalahkan estetika antropomorfik. Artikel ini akan mengupas prediksi Brooks, alasan di balik desain radikal ini, serta implikasi bagi masa depan robotika.

Siapa Rodney Brooks? Tokoh di Balik Revolusi Robot

Rodney Brooks bukan nama asing di dunia robotika. Sebagai co-founder iRobot (pencipta Roomba, vakum robot terkenal) dan Rethink Robotics, serta mantan direktur Computer Science and Artificial Intelligence Laboratory (CSAIL) di MIT, Brooks telah membentuk industri ini selama puluhan tahun. Pendekatannya yang pragmatis—fokus pada robot yang “cukup pintar” untuk tugas nyata—berbeda dengan hype AI saat ini. Dalam diskusi terbaru pada September 2025, Brooks meramalkan bahwa robot humanoid akan merajalela dalam 15 tahun ke depan, tapi dengan transformasi desain yang mengejutkan.

Brooks percaya, robot tidak perlu meniru manusia sepenuhnya untuk berfungsi di lingkungan kita. “Ide bahwa robot humanoid akan berbagi rencana tubuh sama seperti manusia, dan bekerja seperti manusia di lingkungan buatan manusia, adalah keyakinan yang salah,” katanya. Ini adalah kritik halus terhadap visi Elon Musk, yang mendorong robot seperti Optimus untuk menjadi “teman sehari-hari” dengan bentuk mirip manusia.

Prediksi Desain Radikal: Dari Kaki ke Roda, Mata ke Bawah

Menurut Brooks, robot humanoid masa depan akan meninggalkan dogma “dua kaki untuk berjalan” demi efisiensi. Ia memprediksi penggunaan roda—awalnya dua, kemudian lebih banyak—untuk mobilitas yang lebih stabil dan hemat energi. Lengan bisa berjumlah satu, dua, atau tiga, dengan ujung efektor (alat pegang) yang bervariasi: dari gripper dua jari sederhana hingga penyedot vakum, bukan tangan lima jari rumit yang sulit dikendalikan.

Yang paling kontroversial adalah posisi sensor penglihatan, atau “mata”. Brooks menyatakan, “Robot humanoid masa depan akan punya ‘mata’ yang menatap ke bawah dari dekat selangkangan mereka.” Alasannya? Manusia melihat ke depan untuk interaksi sosial, tapi robot lebih sering butuh pandangan ke bawah untuk mendeteksi rintangan di tanah, seperti saat membersihkan lantai atau menghindari barang jatuh. Memasang kamera di kepala boros daya dan komputasi; posisi rendah lebih efisien untuk navigasi terrain. Sensor juga akan melampaui visi manusia, mencakup cahaya aktif dan frekuensi non-visibel, dipasang di tangan atau pinggang untuk kesadaran lingkungan maksimal.

Berikut tabel ringkasan prediksi Brooks versus desain humanoid konvensional:

Aspek Desain Humanoid Konvensional (seperti Optimus) Prediksi Brooks (Masa Depan) Alasan Efisiensi
Mobilitas Dua kaki berjalan Roda (2+ unit) Lebih stabil, hemat energi, kurangi risiko jatuh
Lengan & Grip Tangan lima jari 1-3 lengan dengan gripper sederhana Lebih murah produksi, fokus tugas spesifik
Sensor/Penglihatan Mata di kepala ‘Mata’ dekat selangkangan/pinggang Optimal untuk deteksi bawah, kurangi komputasi
Sensor Tambahan Visi visual saja Cahaya non-visibel & sensor di tangan Deteksi lingkungan lebih akurat

Prediksi ini menekankan evolusi fungsional: robot akan “humanoid” hanya dalam label, tapi desainnya dioptimalkan untuk dunia nyata, seperti gudang atau rumah tangga.

Kritik Tajam terhadap Robot Saat Ini: “Khayalan Murni”

Brooks tak segan mengkritik prototipe humanoid terkini. “Tidak ada tangan robot mirip manusia yang menunjukkan dexterity signifikan dalam arti umum,” ujarnya, menyoroti kegagalan dalam aplikasi dunia nyata. Ia menyebut timeline adopsi massal dari perusahaan seperti Figure, LimX Dynamics, Apptronik, dan Tesla sebagai “pure fantasy thinking”—khayalan belaka. Bahkan Optimus, yang dipamerkan Musk sebagai revolusi, dianggap belum siap karena kurangnya ketangkasan praktis.

Lebih lanjut, Brooks menyoroti isu keselamatan. Robot humanoid berukuran penuh berat dan beraktuator kuat berpotensi melukai manusia jika jatuh atau bergerak tak terkendali. “Saran saya: jangan mendekat lebih dari tiga meter dari robot berjalan ukuran penuh,” tegasnya. Sertifikasi untuk berbagi ruang dengan manusia akan menuntut model lebih aman, yang mungkin memaksa redesign total. Ia juga memprediksi kerugian finansial besar di sektor ini, karena banyak prototipe gagal bertahan lama.

Implikasi untuk Masa Depan: Dari Hype ke Realitas

Prediksi Brooks mengajak kita merenung: apakah kita terlalu terpaku pada bentuk manusiawi, sementara kebutuhan nyata adalah fungsi? Dalam 15 tahun, robot seperti ini bisa merevolusi pekerjaan rumah tangga, perawatan lansia, atau manufaktur—tapi dengan biaya lebih rendah dan risiko minim. Namun, tantangannya adalah mengubah persepsi publik: robot “aneh” mungkin kurang menarik secara emosional dibanding yang mirip manusia.

Di Indonesia, di mana adopsi robotika masih berkembang di sektor manufaktur dan layanan, prediksi ini relevan. Dengan iklim tropis dan lingkungan padat, desain efisien seperti yang digambarkan Brooks bisa lebih cocok daripada model impor mahal.

Rodney Brooks mengingatkan kita bahwa masa depan robotika bukan tentang meniru Tuhan, tapi memecahkan masalah manusia. Dengan “mata” di selangkangan dan roda alih-alih kaki, robot humanoid akan lebih berguna—dan mungkin lebih aman. Saat hype AI mereda, visi pragmatis seperti ini yang akan membawa revolusi sejati. Apakah Anda siap untuk robot tetangga yang “melihat” dari bawah? Waktunya bersiap!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *