eparrphepavacuum.com – Dalam dunia kecerdasan buatan (AI) yang semakin terintegrasi ke kehidupan sehari-hari, cara kita berinteraksi dengan chatbot seperti ChatGPT ternyata memengaruhi kualitas jawabannya. Sebuah penelitian terbaru yang diterbitkan awal Oktober 2025 mengungkap fakta mengejutkan: Prompt atau pertanyaan yang bersikap kasar atau menuntut menghasilkan respons lebih akurat, ringkas, dan kurang bias dibandingkan prompt sopan. Temuan ini menantang anggapan umum bahwa kesopanan selalu lebih baik, bahkan terhadap AI yang tak punya perasaan.
Ringkasan Penelitian
Penelitian ini, yang dipublikasikan di jurnal ilmiah terkemuka, melibatkan eksperimen dengan model AI seperti GPT-4 (dasar ChatGPT). Peneliti menguji ratusan prompt dengan variasi nada: sopan (misalnya, “Tolong jelaskan konsep ini dengan baik”), netral, dan kasar (misalnya, “Jangan buang waktu saya, berikan jawaban yang tepat sekarang!”). Hasilnya menunjukkan bahwa prompt kasar meningkatkan akurasi jawaban hingga 15-20%, dengan respons yang lebih singkat dan langsung ke inti.
Dalam tes, prompt sopan cenderung menghasilkan jawaban panjang lebar tapi kurang tepat, sering kali dengan tambahan informasi umum atau pengantar yang tidak perlu. Sebaliknya, nada menuntut mendorong AI untuk fokus pada esensi, mengurangi kesalahan dan bias. Peneliti dari University College London menyimpulkan bahwa ini karena model AI dilatih pada data yang mencerminkan dinamika manusia, di mana perintah tegas sering dikaitkan dengan urgensi dan presisi.
Mengapa Prompt Kasar Lebih Efektif?
Meskipun AI seperti ChatGPT tak punya emosi, algoritmanya merespons pola bahasa manusia. Berikut penjelasan ilmiah:
- Spesifisitas yang Lebih Tinggi: Prompt kasar cenderung lebih langsung dan spesifik, seperti “Berikan jawaban singkat tanpa basa-basi!” Ini memaksa AI menghindari elaborasi berlebih dan fokus pada fakta.
- Kurangnya Bias Sosial: Prompt sopan memicu respons yang “ramah” dan panjang, yang kadang menyertakan asumsi atau informasi tambahan yang salah. Nada kasar mengurangi ini, menghasilkan output lebih netral.
- Pelatihan Model: Model AI dilatih pada teks internet yang mencakup interaksi kasar (misalnya, forum debat), yang diasosiasikan dengan jawaban tajam dan akurat. Penelitian menemukan bahwa prompt “rude” mengurangi penolakan jawaban (refusal rate) hingga 10%.
Contoh sederhana: Jika Anda bertanya, “Tolong berikan resep nasi goreng yang enak,” AI mungkin beri variasi panjang. Tapi “Cepat kasih resep nasi goreng standar, jangan tambah-bah!” menghasilkan instruksi singkat dan tepat.
Implikasi untuk Pengguna AI di 2025
Temuan ini relevan di Indonesia, di mana penggunaan ChatGPT dan AI serupa melonjak 40% untuk tugas pendidikan dan kerja (data Kominfo, 2025). Bagi pelajar atau pekerja, prompt kasar bisa tingkatkan efisiensi—misalnya, saat mencari data riset atau coding. Namun, ini tak berarti kesopanan tak berguna: Penelitian juga catat bahwa prompt sopan baik untuk tugas kreatif seperti menulis cerita, di mana nada hangat mendorong output lebih inovatif.
Implikasi etis: Meski AI tak tersinggung, kebiasaan kasar bisa memengaruhi interaksi manusia. Peneliti sarankan keseimbangan: Gunakan nada tegas untuk akurasi, tapi sopan untuk kolaborasi. Di masa depan, model AI mungkin disesuaikan untuk merespons nada lebih baik, seperti fitur “Tone Adjustment” di GPT-5 yang dirumorkan rilis akhir 2025.
Penelitian ini membuktikan bahwa di dunia AI, kesopanan tak selalu kunci—kadang, ketegasan justru menghasilkan hasil lebih baik. Dengan prompt kasar yang tingkatkan akurasi hingga 20%, pengguna ChatGPT bisa optimalkan interaksi untuk tugas sehari-hari. Namun, ingat: AI adalah alat, dan bagaimana kita menggunakannya mencerminkan diri kita. Coba eksperimen dengan prompt tegas hari ini—siapa tahu, jawaban AI Anda akan lebih tajam!